Google Perangi Berita Palsu via Iklan


Kabar Sukabumi.News - Hari ini, Google mengumumkan bahwa tool iklan mereka akan tidak akan bisa digunakan oleh situs yang membuat berita palsu. Peraturan baru ini Google tetapkan demi menutup sumber penghasilan situs-situs yang menyebarkan berita palsu pada media sosial seperti Facebook.

Keputusan ini datang di saat industri teknologi sedang dalam krisis. Kini, perusahaan-perusahaan besar teknologi dituduh mengacaukan hasil pemilu karena tidak mencegah berita palsu tersebar di internet selama pemilu AS 2016. 
"Ke depan, kami akan membatasi iklan pada halaman yang menutupi dan memberikan informasi salah tentang sebuah penerbit, konten penerbit atau tujuan utama dari sebuah situs," kata juru bicara Google pada Reuters. Sang juru bicara mengonfirmasi, salah satu target peraturan baru ini adalah situs berita palsu.

Image result for iklan palsu
Menurut The Verge, Google sekarang telah melarang penggunaan program AdSense oleh situs-situs yang menampilkan video atau gambar yang berisi kekerasa, pornografi atau ucapan kebencian (hate speech).


Masalah tentang berita palsu di mesia sosial menarik perhatian masyarakat AS ketika Gizmodo melaporkan bahwa tim Facebook yang bertanggung jawab atas berita yang masuk ke dalam daftar Trending Topic membatasi berita-berita yang berasal dari sumber konservatif. Kontroversi ini memunculkan pertanyaan peran Facebook sebagai sumber berita untuk puluhan warga AS.

Dari Laporan The New York Times, kasus ini membuat Facebook "lumpuh" karena para eksekutifnya enggan untuk mengambil langkah drastis untuk mengubah isi News Feed dalam rangka mengurangi penyebaran berita palsu.

Facebook sebenarnya telah mengembangkan tool untuk menemukan berita palsu, tapi memutuskan tidak menggunakannya karena rasa takut akan mendapat protes. Saat ini, CEO Mark Zuckerberg membantah tuduhan bahwa Facebook mempengaruhi hasil pemilu, menyebutkan bahwa hal itu tidak masuk akal dan sekali lagi menekankan bahwa Facebook bukanlah sebuah media. 

Sekarang, Google tampaknya berusaha lebih aktif mencegah beredarnya berita palsu. Keputusan ini bukannya tak beralasan. Pada akhir minggu lalu, sebuah berita palsu muncul pada hasil pencarian teratas Google. Berita itu menjawab pertanyaan tentang calon presiden yang lebih populer dan secara salah mengklaim bahwa presiden terpilih Donald Trump lebih populer.

Sumber: metrotvnews.com - https://goo.gl/VF8yPg

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.